Tulis apa yang bisa kamu tuliskan, sebelum semuanya
terlambat. Sedih, senang, atau apapaun yang sedang kamu rasakan. Setidaknya itu
bisa menjadi sebuah katarsis untukmu, ya untukmu sendiri…
Masih belum hilang di benakku, bahwa pertemuan di
Malang awal September kemarin begitu mengagumkan. Kamu berbeda, walaupun kamu
selalu berbeda di setiap pertemuan. Tapi jujur, perubahan kali ini benar-benar
membuat aku bahagia. Kamu lebih matang di usiamu, kamu juga seolah tahu
bagaimana aku ingin diperlakukan, terima kasih. Aku hampir tak mau sedikitpun
lupa bagaimana gerak fisikmu saat bersamaku kemarin. Bolehkah aku mengatakan
bahwa aku jatuh cinta padamu, lagi?
Aku bahagia, saking bahagianya aku ceritakan semua
termasuk perasaanku kepada sahabatku, Yeni. Mungkinkah aku terlalu bahagia?
Apapun itu, aku juga manusia biasa yang sedang berbahagia sehingga menganggap
apapun berhak untuk diceritakan. Namun di sisi lain, terkadang aku juga
berpikir bahwa seharusnya aku tidak over mengekspresikan perasaan itu karena
justru itulah yang akan membuatku merasa kesakitan dengan perasaan ini. Aku
ingin bahagia bersamamu.
Tiba-tiba saja semua berubah, entah hanya perasaanku
saja atau perilakumu yang membuat perasaanku berubah. Kembali untuk kesekian
kalinya aku berpikiran bahwa kamu memang tidak membutuhkanku. Ada atau tanpa
aku, nampaknya sama saja bagimu. Lalu, bagaimana denganku? Sedih dan meratapi
apa yang telah terjadi. Ternyata aku masih belum mampu mengenalmu, belum mampu
menerima apapun tentang dirimu, entahlah!
Kalau saja aku bisa, ingin aku mengikhlaskan apapun
yang terjadi antara aku dan kamu. Percaya bahwa semua telah ada ketetapannya,
lalu hidup seperti biasa tanpa keluhan. Tapi sungguh aku hanya manusia, aku
wanita, yang ingin diperlakukan sebagai manusia wanita oleh kamu sebagai
prianya. Yach, mengeluh lagi ya?? bukan, aku hanya ingin mengungkapkan
sepersekian persen dari perasaanku.
Aku mau menuliskan tentang seharusnya, sebaiknya,
semampunya, atau apalah. Seharusnya kamu punya perasaan yang lebih peka,
sekalipun aku tau kamu lebih suka menonjolkan logika berpikirmu. Sebaiknya kamu
memikirkan lagi, apakah dengan sikap yang kamu anggap kebebasanmu itu tidak
membuat orang lain merasa tersakiti? Dan dengan semampunya juga mestinya kamu
jujur atas perasaan yang kamu rasakan selama bersamaku. Entah kenapa saat ini,
dalam hal ini aku sedang tidak ingin berpikiran positif tentang kamu.
Rasanya cukup, karena aku juga tak tahu harus berharap
apa…
Kamar tidurku, 9 September 2011
Kadang aku memang membutuhkan sedikit kegalauan
untuk bisa berpikir lebih jernih,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar